BLOK TRANS 7? publik dihebohkan oleh tayangan salah satu stasiun televisi nasional, Trans7

  • Home
  • Uncategorized
  • BLOK TRANS 7? publik dihebohkan oleh tayangan salah satu stasiun televisi nasional, Trans7

Sahabat Denslawfirm.com,

Belakangan ini publik dihebohkan oleh tayangan salah satu stasiun televisi nasional, Trans7, yang menayangkan narasi dengan citra negatif terhadap para kiai, santri, dan lembaga pesantren. Narasi seperti ini sangat disayangkan, bukan hanya karena melukai perasaan umat Islam dan kalangan pesantren sebagai pilar moral bangsa, tetapi juga karena mengandung potensi pelanggaran hukum di bidang penyiaran, pers, serta pidana umum.

Dari sudut pandang hukum, mari kita tinjau secara tegas, objektif, :


1. Aspek Hukum Pidana (KUHP dan KUHP Baru)

Dalam hukum pidana Indonesia, narasi yang menyinggung, mencemarkan, atau merendahkan martabat kelompok masyarakat tertentu, termasuk tokoh agama dan lembaga pendidikan keagamaan, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan atau ujaran kebencian (hate speech).

Beberapa pasal relevan:

  • Pasal 310 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, dapat dipidana karena pencemaran.
  • Pasal 311 KUHP: Jika tuduhan dilakukan dengan sengaja padahal pelaku tahu bahwa tuduhan itu tidak benar, maka termasuk fitnah.
  • Pasal 156 dan 156a KUHP: Melarang pernyataan yang bersifat permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan penduduk Indonesia berdasarkan agama atau keyakinan.

Jika narasi yang ditayangkan mengandung insinuasi atau framing yang mengasosiasikan pesantren dengan perilaku negatif (seperti radikal, menyesatkan, atau kriminal), maka hal tersebut berpotensi termasuk dalam kategori penghinaan terhadap golongan agama sebagaimana diatur Pasal 156a KUHP.


2. Aspek Hukum Penyiaran dan Etika Media

Trans7 sebagai lembaga penyiaran tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, khususnya:

  • Pasal 36 ayat (5): Isi siaran wajib menjunjung tinggi norma agama, kesusilaan, dan nilai budaya bangsa.
  • Pasal 36 ayat (6): Dilarang menayangkan siaran yang mengandung fitnah, penghinaan, pelecehan terhadap individu atau kelompok masyarakat.
  • Pasal 36 ayat (7): Siaran wajib menjaga kepentingan publik dan tidak menimbulkan keresahan.

Selain itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang secara tegas mengatur bahwa lembaga penyiaran dilarang membuat narasi yang menyesatkan, mendiskreditkan kelompok tertentu, atau merusak kehormatan tokoh agama.

Artinya, jika terbukti ada framing atau penyajian yang menimbulkan kesan buruk terhadap pesantren atau kiai, maka Trans7 dapat dikenai sanksi administratif oleh KPI, mulai dari teguran hingga penghentian program.


3. Aspek Hukum Pers dan Media Massa

Dalam konteks Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, media wajib menjalankan fungsi edukatif dan informatif, bukan provokatif.

  • Pasal 5 ayat (1): Pers wajib memberitakan peristiwa secara berimbang dan menghormati norma agama serta rasa kesusilaan masyarakat.
  • Pasal 7 ayat (2): Wartawan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik.
  • Pasal 18 ayat (2): Media yang melanggar ketentuan dengan mempublikasikan berita bohong atau fitnah dapat dikenai sanksi pidana denda hingga Rp500 juta.

Dalam hal ini, narasi yang bias terhadap pesantren bisa dinilai sebagai pemberitaan yang tidak berimbang dan berpotensi mencemarkan nama baik lembaga keagamaan.


4. Tanggung Jawab Moral dan Hukum

Sebagai media nasional yang memiliki pengaruh luas, Trans7 semestinya memahami bahwa kiai dan pesantren adalah bagian dari struktur sosial yang sangat dihormati di Indonesia. Mereka bukan sekadar institusi pendidikan agama, melainkan penjaga moral bangsa.

Setiap tayangan yang memuat narasi negatif tanpa dasar faktual yang kuat bukan hanya bertentangan dengan hukum, tetapi juga melanggar asas keadilan, kepatutan, dan tanggung jawab sosial media sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Pers.


5. Pandangan Hukum Dens & Partners Lawfirm

Sebagai praktisi hukum, kami menilai bahwa konten media yang berpotensi mendiskreditkan ulama dan lembaga pesantren perlu disikapi secara hukum dan etik.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh:

  1. Pengaduan resmi ke KPI atas pelanggaran UU Penyiaran dan P3SPS.
  2. Somasi terbuka atau hak jawab berdasarkan UU Pers Pasal 5 ayat (2).
  3. Laporan pidana jika terdapat unsur ujaran kebencian atau fitnah berdasarkan Pasal 156a dan 311 KUHP.

Sahabat Denslawfirm.com,
Media massa memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga moral publik dan kehormatan tokoh agama. Tayangan yang mencederai citra pesantren dan kiai bukanlah bagian dari kebebasan pers, melainkan penyalahgunaan kebebasan yang berpotensi melanggar hukum.

Kebebasan berekspresi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab hukum dan etika jurnalistik. Setiap bentuk narasi yang merugikan kehormatan kelompok keagamaan wajib ditindak secara tegas agar tidak menjadi preseden buruk dalam ruang publik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan nilai-nilai ketuhanan.


Leave A Reply

Subscribe email Anda untuk berlangganan & info terbaru

error: Content is protected !!